Bayi dengan Alergi Susu Sapi

Salah satu indikator bayi ASI bertumbuh adalah berat badan bayi terutama sampai umur 6 bulan, karena ASI ekslusif. Berikut adalah ceritaku menjalaninya beberapa tahun yang lalu..

Cerita dimulai dari putra sulungku.

Aku dan suami, alhamdulillah dikaruniai anak setelah 7 tahun menikah, dan fokus utama saat itu adalah menjaga kehamilan dan pertumbuhan janin. Namun lupa menimba ilmu tentang mengurus bayi setelah melahirkan, misalnya : seluk beluk produksi ASI, menyusui, dan lainnya. Karena sebagai ibu baru pasti ingin memberikan ASI eksklusif semaksimal mungkin.
Qadarullah 3 hari setelah si sulung lahir, dia harus dirawat di Perina karena ISK (infeksi saluran kemih). Sekalian kujabarkan disini ya tanda2 ISK, karena waktu itu pun sebagai seorang ibu aku merasakan ada yang tidak wajar dalam pipis putraku, tapi orang2 di sekitarku semua mengatakan itu wajar buat bayi baru lahir. Sebagai ibu baru, apalagi 7 tahun lebih baru dikaruniai anak, aku merasa belum punya pengalaman, merasa belum percaya diri, perlu mendengar orang sekitar.
Tetapi, buat teman2 (calon) ibu baru, ayo percaya feeling, insting seorang ibu. Karena momen tersebut aku jadikan pelajaran berharga (aku baru bisa pede dan yakin setelah kedua anakku lepas usia 1 tahun :D).
Singkat cerita, ketika pulang dari RS sulungku menyusu sebentar2 saja (sampai orang terdekatku bilang karena ASI ku sedikit – itu hari ke-2 setelah lahiran SC) , pipis di popoknya berbentuk seperti titik berwarna oranye. Sepanjang malam itu bayiku sering tiba2 menangis histeris, tapi ketika diberi ASI tidak mau. Di pagi hari bayiku mulai tenang, selalu ku gendong. Hingga, siang hari suhu badannya mulai naik, sampai waktu ashar sudah mencapai 40 derajat celcius.
Tanpa pikir panjang lagi, langsung kami larikan ke IGD RS tempatnya lahir. Disana tindakan pertama memberikan obat penurun panas lewat dubur. Lalu diambil darah untuk cek lab. Jangan dibayangkan bagaimana perasaan seorang ibu yg bayinya belum genap berumur 3 hari, diberi tindakan itu di depan mata. Dimana suster berusaha memasukan kapsul obat penurun panas itu, di ruangan IGD yg begitu hiruk pikuk. Hasil tes darah pun keluar, alhamdulillah semua bagus.
Setelah pihak IGD berkonsultasi dengan DSA, diputuskan dirawat di Perina. Disitu hatiku sebagai seorang ibu tidak karuan, harus berpisah sementara dan tidak bisa menyusui langsung. Sesuai peraturan RS, selama bayiku dirawat, ASI hanya bisa kuberikan lewat suster selama 2 kali sehari. Kami pun hanya bisa melihat bayi kami berbatas kaca ruangan perina. Hari pertama bayiku dirawat, sebelum pulang, aku memompa ASI dgn alat pumping di RS sampai lecet dan berdarah.
Malam harinya di rumah ASI ku mengucur deras, tapi bayiku di RS. ASI yang mengucur itu tidak bisa aku simpan karena terkontaminasi darah dari lecetku. Perasaan campur aduk dan (sepertinya) dimulailah Post Partum Depression ku.
Di RS, saat aku belum bisa men-stok ASI, bayiku diberi susu formula partially hidrolyzed (saat itu Nestle NAN) karena memang saat masih di RS pasca dilahirkan, DSA mencurigai bayiku memiliki alergi dari ruam merah pada tubuh bayiku.

Apa itu partially hidrolyrized? susu yang proteinnya terpartisi sebagian. Mengapa bukan susu kedelai? karena kedelai adalah jenis kacang-kacangan. Dan kacang2an juga salah satu pemicu alergi.
Apa saja pemicu alergi? Protein : Susu sapi, cokelat, kacang2an, seafood, unggas termasuk telurnya. Jadi, busui makan apa dong kalau bahkan tempe tahu saja dilarang dimakan? Protein daging dari hewan berkaki empat dan ikan air tawar (ilmu ini baru aku aware ketika sulungku dirawat di RS ketika umur 4 bulan dan terdiagnosa gagal tumbuh karena gizi buruk).

Singkat cerita, alhamdulillah setelah 4 hari di Perina, sulungku boleh kembali ke rumah. Sebelum pulang suster memberikan beberapa penjelasan, diantaranya menjelaskan bahwa selama di RS, bayiku baru sekali diberikan susu formula partially hidrolyzed (NAN), selebihnya ASI; menganjurkan untuk memberi banyak minum agar ISK nya tidak terulang. Aku pun bertanya kepada suster bagaimana mengurus bayi, karena saat itu aku merasa aku tidak bisa mengurus bayi, sampai timbul perasaan aku takut mengurusnya karena takut bayiku kenapa2 lagi. Yap, itulah tanda awal baby blues maupun post partum depression. Bedanya ada di jangka waktu mengalaminya, dan tingkat ke gloomy-an. Aku mengalami rasa itu sampai 6 bulan setelah sulungku lahir.

Lanjut cerita, ketika di rumah, aku full ASI, tetapi aku tidak menghindari makanan pencetus alergi kecuali seafood, karena aku hanya melihat dari ruam yang muncul di tubuh putraku. Jadi kupikir, selama tidak ruam, aman.
Tapi kok ketika umur putraku 1 bulan, berat badannya hanya bertambah beberapa ratus gram, sehingga saat itu aku berikan susu formula NAN tadi. Kira2 sejam kemudian, putraku muntah. Aku tanya sana sini, jawabannya “itu wajar kalau gumoh mungkin kekenyangan”. Hmm, saat itu aku merasa itu muntah bukan gumoh karena kuantitasnya banyak. Jadi naluriku sebagai seorang ibu, aku tidak mau memberikan susu formula lagi.
Namun, bulan ke-2 pun, berat badannya hanya naik sedikit. Sampai ada yang melihat anakku dan berkata kurang gizi (jangan ditanya, gimana rasanya hati ini T_T). Akhirnya aku berikan lagi susu partially hidrolyzed. Ternyata muntah lagi. Kembali lagi full ASI, sampai ketika masuk bulan ke-3 ketika aku harus kembali ke kantor dan stok ASIPku masih sedikit. Aku berkonsultasi dengan DSA nya, ku ceritakan bahwa setiap kali diberikan susu partially hidrolyzed itu muntah. Dan DSA tsb mengatakan tidak masalah, dilanjutkan saja.
Dan tibalah hari aku kembali ke kantor, bayiku di rumah diberikan kombinasi ASIP dan susu partially hidrolyzed. Qadarullah tidak muntah sama sekali. Tapi tidak BAB sama sekali. Padahal normalnya bayi berumur 2,5 bulanan, setidaknya BAB sekali dalam sehari. Aku pun berkonsultasi dengan DSA melalui whatsapp, beliau berkata tunggu sampai hari ke-4. Di hari ke-4 aku memutuskan tidak masuk kantor karena akan membawa bayiku ke DSA. Sore hari menjelang berangkat ke DSA, bayiku BAB disertai tangisan, jeritan dan proses mengeluarkan pup nya sampai hampir 1 jam. Bentuk pup nya seperti bubur kental, warna normal cenderung pucat. Pup nya begitu banyak, terakhir seperti pup diare.

Dari momen itu, aku tidak lagi mempercayai DSA tsb, dan aku berjanji pada diri sendiri akan aku berikan full ASI. Kenapa tidak dibawa ke DSA lain? Saat itu, sepertinya ke-rasional-an ku menurun karena PPD (post partum depression) dan aku hanya mempercayai diriku sendiri.
Setelah kejadian itu, frekuensi pup bayiku normal, aku selalu mengamati pup yang keluar, karena hasil dari baca2 di internet (yap, saat itu aku hanya percaya internet), pup bayi alergi bisa mengandung darah. Jadi, pup nya aku lihat, apakah ada darah. Setiap kulihat, kadang ada seperti benang tipis warna coklat, seperti cake pisang yg ada serat2 tipis berwarna coklat. Dan saat itu ak berpikir masih normal, mungkin karena aku konsumsi pisang atau jus mangga.

Setiap minggu pun aku timbang bayiku, beratnya naik walaupun hitungan 100gr. Walaupun dalam hatiku aku merasa ada yang salah. Setiap hari aku bertanya2 apa yang salah, sambil kejelajahi ilmu2 di internet. Ketika usia bayiku masuk 4 bulan, aku ingin memberikan MPASI dini, karena kubaca bahwa bila bayi susah naik berat badannya, tidak apa2 diberikan. Ilmu itu aku baca dari tulisan seorang DSA yang terkenal pro MPASI dini, beliau praktek di RSIA Bunda Jakarta. Alhamdulillahnya, aku tinggal di Jakarta, jadi bisa mengakses dengan mudah ahli2 dibidangnya.

Singkat cerita, ketika bayiku berusia 4 bulan lewat beberapa hari, kuajak bayiku ke DSA pro MPASI dini tadi. Daaan, hasil analisa beliau dari mendengar ceritaku dan melihat kondisi badan bayiku, terdiagnosa “gagal tumbuh akibat gizi buruk”. Deeg, disitu aku sudah tidak bisa berpikir ketika beliau menjelaskan urutan langkah untuk mengobati anakku. Dimulai dari mencari penyebab gizi buruk, sambil paralel memberikan asupan susu Neocate (merk susu formula yg proteinnya bukan dari susu sapi).
Beliau (DSA) berkata Neocate bukan susu biasa, jadi mayoritas bayi tidak mau meminumnya bila melalui mulut (menggunakan dot, disuapi sendok, cup feeder, dll) jadi biasanya melalui sonde (selang yang masuk melalui hidung untuk langsung ke lambung). Beliau menjelaskan kita harus gerak cepat mengejar berat badan bayiku, karena 2 kg lebih kekurangannya (dibandingkan dengan berat badan bayi normal disesuaikan dengan berat lahir bayiku).
Saat itu aku merasa numb, bengong. Melihat responku seperti itu beliau menanyakan apakah aku menggunakan asuransi, karena bila iya, langsung akan beliau buat rujukan untuk dirawat. Aku menjawab tidak, tapi aku meminta untuk dirawat. Saat itu kamar perawatan anak penuh, aku pun meminta pada staf admission untuk mengusahakan. Qadarullah, alhamdulillah, diusahakan dan mendapat kamar rawat yang biasanya untuk pasien yang melahirkan.
Ketika sudah masuk kamar perawatan, suster meminta sampel urine dan pup bayiku, saat itu langsung di kirim ke lab. Paralel, suster memberikan susu neocate, aku dan suamiku berusaha meminumkan ke bayiku menggunakan sendok, botol dot, tidak ada yang berhasil, sampai beberapa jam kemudian hasil lab cek pup keluar, suster menyampaikan perintah DSA spesialis gizi (DSA yg berbeda dengan pro MPASI dini), bahwa aku tidak boleh menyusui bayiku, kenapa?, nanti DSA spesialis gizi yang akan menjelaskan.

Saat itu, bayiku masuk kamar perawatan siang hari, sampai malam hari, bayiku sama sekali tidak mau minum susu neocate, bahkan ketika kami tunggu sampai bayiku lapar.
Malam hari itu, DSA spesialis gizi visit dan menjelaskan kondisi bayiku, hasil lab pup nya ternyata mengandung darah (masih ASI eksklusif) dan kita tidak bisa menunggu lagi untuk memberi asupan neocate menggunakan cara biasa (melalui mulut), jadi perlu menggunakan sonde. Jadi tak berapa lama, bayiku dipasang sonde/ NGT, dan aku mendampinginya ketika dipasang, yang disertai tangisan meronta2 (maap drama T.T).
Dari visit tersebut, hasil diagnosa sementara adalah, bayiku mengalami ISK (lagi) dan alergi susu parah. Bayi ASI eksklusif dengan pup mengandung darah mayoritas berasal dari alergi susu sapi yang dikonsumsi ibunya. Pemeriksaan dilanjut dengan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui pasti faktor2 gagal tumbuhnya, diambil darahnya beberapa kali, bahkan setelah dirawat di RS pun perlu melakukan USG ginjal karena riwayat ISK berulang.
Sedikit drama, aku baru bisa menangis ketika sonde telah terpasang dan bayiku tidur. Karena sebelumnya aku hanya bisa mencerna tanpa respon (yap, itu sedikit cerita drama dari PPD yang kualami.)

Lanjut ke program penggemukan badan bayiku :D, minum neocate dari sonde/NGT memiliki jadwal, tiap 2 jam dengan kekentalan tertentu. Akibatnya pup bayiku menjadi lebih asam (setiap bayi yg minum susu formula mengalaminya diawal2), dan mengiritasi duburnya, diresepkanlah Mycozet (sebut merk lagi ya), karena salep ini termasuk ampuh. Kalau untuk perawatan iritasi bisa krim ringan merk apapun yg mengandung zinc.
Selama bayiku dirawat di RS, DSA pro MPASI dini yang mendiagnosa awal bayiku pun visit, beliau menguatkan hati dan pikiranku, untuk tetap semangat memberikan ASI ke bayiku, walaupun ASI ku terkontaminasi susu sapi (penyebab pup bayiku mengandung darah). Beliau memberikan arahan, ASI ku bisa tetap dipompa dan disimpan agar kondisi psikis ku bisa naik, tidak kecewa karena tidak bisa memberikan ASI. Karena kondisinya, saat itu, aku biarkan saja ASI merembes sampai membasahi bajuku, atau aku pompa dan aku buang di wastafel. Beliau pun menjelaskan dengan rinci bahwa aku tidak boleh memberikan ASI ke bayiku selama 2 minggu s.d. sebulan setelah aku stop konsumsi susu sapi. Konsumsi makananku hanya boleh protein dari sapi dan kambing saja, sayur (minus kacang2an), buah (minus strawberry).
Selama dirawat di RS bayiku beberapa kali diambil darah; diberikan neocate melalui sonde yang dimasukkan perlahan jadi dalam setengah jam 100ml neocate dituangkan perlahan ke sonde menggunakan alat seperti yg untuk memasukan cairan infus ke tubuh. Disitu aku diajarkan cara menakarnya, supaya bisa perlahan. Karena kalau dimasukan sekaligus, lambung akan menolak dan malah bisa muntah.
Namun dalam hatiku, aku tidak mau bayiku memakai sonde, karena faktor resiko higienisnya, karena selang eksternal untuk memasukkan susu perlu di steril tiap kali mau dipakai, aku khawatir belum steril setiap aku mencuci dan merebusnya. Jadi, selain sonde tetap terpasang di hidung bayiku, kami pun berusaha memberikan neocate lewat dot botol, sehari menjelang pulang dari RS, alhamdulillah dengan pendekatan dari ibuku/neneknya , bayiku mulai mau minum lewat dot selama tidak melihat aku didekatnya. Mirip menyapih ternyata. Jumlah neocate yang diminum bayiku melalui botol ternyata belum memenuhi target yg diberikan. Jadi ketika pulang dari RS, sonde tetap terpasang. Tapi alhamdulillah setelah sehari di rumah, bayiku minum melalui botol dengan lahap, dan selang sondenya pun bayiku tarik sendiri hingga lepas.
Namun drama PPDku masih berlanjut walaupun berangsur sembuh. Melihat bayiku aktif lagi, minum dengan lahap, pertumbuhan signifikan, walaupun setiap hari aku memompa ASI dan membuangnya ke kloset; melihat bayiku dari jauh ketika diberi neocate di botol oleh ibuku, hingga setelah 1 bulan kemudian bayiku tidak mau lagi menyusu, dengan ekspresi bingung mencoba ASI (karena rasa neocate sepertinya ekstrim bedanya dengan susu sapi apalagi ASI). Dan akhirnya drama mengASIhi selesai ketika bayiku berumur 5 bulan. Alhamdulillah selama 4 bulan aku bisa memberikan ASI kepada anak pertamaku.. Setelah berumur 3 tahun anak pertamaku berangsur mulai bisa mengkonsumsi produk susu sapi.

Alhamdulillah sekarang bayiku tumbuh menjadi balita yang sehat tidak kurang satu apapun.. Alhamdulillah aku dikaruniai kehamilan kedua saat sulungku berusia 7 bulan. Dengan berserah diri kepada Allah SWT atas apa yg terjadi, post partum depressionku berangsur pulih dengan sendirinya.

Panjang yaa ceritanya.. maaap kalau terlalu panjang, tapi ini salah satu caraku self healing dari PPD dan berharap ibu2 baru lainnya tidak mengalami apa yg pernah aku alami.
Semoga pengalamanku ini bisa bermanfaat..

Rangkuman :

  1. Bayi dengan alergi parah bahkan tidak bisa meminum susu kedelai.
  2. Darah pada pup bayi hanya bisa dipastikan lewat pemeriksaan di laboratorium
  3. Tanda bayi alergi bukan hanya ruam merah, tapi bisa diare atau bahkan sembelit.
  4. Jangan bayangkan sembelit pada bayi seperti sembelit pada dewasa. Bayi dengan frekuensi pup jarang walaupun tekstur pup seperti bubur kental juga termasuk sembelit.
  5. Susu formula bisa menyebabkan iritasi pada dubur sampai lecet, karena kadar keasaman pup nya. Untuk perawatan bisa menggunakan krim yg mengandung zinc. Untuk pengobatan saya menggunakan mycozet yg termasuk golongan obat bulatan merah (keras).
  6. Cara mendeteksi bayi alergi paling mudah : sering bersin ketika baru lahir (ini dari pengalamanku dan kerabat yg berprofesi sebagai perawat di ruang perawatan bayi dan anak selama belasan tahun)
  7. Cara aman menyusui bayi dengan kecederungan alergi : awal2 konsumsi makanan hanya daging sapi atau kambing, sayur buah. Booster ASI : (pengalamanku) teh daun bangun2 (sekarang sudah banyak dijual online, ada yang sudah tinggal minum botolan seperti teh manis kemasan). Dengan booster itu, ASI melimpah jadi harus dibarengi konsumsi karbohidrat agar agak kental ASI nya. Cara aman ini aku lakukan ketika mengASIhi anak keduaku.
  8. Pastikan berat badan bayi dengan ASI eksklusif bertambah setiap bulannya minimal 400gr selama 4 bulan pertama.
  9. Ketika alergi pada bayi dibiarkan akan menyebabkan penurunan imunitas tubuh, sehingga rentan terkena infeksi salah satunya ISK.
  10. Silent ISK, disebut seperti itu karena tidak ada tanda khusus : badan bayi tidak demam, pipis lancar, namun ternyata ada bakteri di saluran kemih. Menyebabkan nutrisi yang diserap tubuh tidak bisa optimal membuat tubuh gagal bertumbuh karena digunakan untuk melawan infeksi.
  11. Silent ISK, hanya bisa dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium.
  12. Alergi itu turunan, apalagi kalau kedua/salahsatu orangtuanya memiliki alergi. FYI, aku baru mengetahui aku memiliki alergi susu sapi (ringan) pada Juli 2020 saat melakukan tes darah deteksi alergi karena gatal di jari2 tangan yang berulang dan tak kunjung sembuh.